Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengungkap 14 substansi perubahan penting dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang telah disetujui di tingkat satu pada Kamis (13/11). RKUHAP ini diperkirakan akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang pekan depan.
Dalam rapat yang turut dihadiri perwakilan pemerintah, delapan fraksi menyepakati RKUHAP agar segera disahkan. Sebagian fraksi menilai revisi ini krusial karena RKUHAP telah berusia 44 tahun, sejak pertama kali disahkan pada era Presiden Soeharto tahun 1981.
“Ya, minggu depan, yang terdekat ya,” kata Habiburokhman dalam jumpa pers usai rapat.
Sejarah dan Tujuan Revisi RKUHAP
RKUHAP diajukan sebagai inisiatif DPR pada 18 Februari, lalu secara resmi dibahas sejak Juni melalui Surpres yang dikirim Presiden Joko Widodo. Selama enam bulan, pembahasan difokuskan untuk menyesuaikan hukum acara pidana dengan tantangan terkini, termasuk transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak korban maupun terdakwa.
“Oleh karena itu setiap pasal dalam RUU ini harus merespons kebutuhan tersebut dengan bijaksana, tetap mengedepankan prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia,” ujar Habib.
14 Substansi Perubahan RKUHAP
- Penyesuaian hukum acara pidana mengikuti perkembangan hukum nasional dan internasional.
- Penekanan nilai KUHP baru: restoratif, rehabilitatif, restitutif, untuk pemulihan hubungan sosial pelaku, korban, dan masyarakat.
- Penegasan prinsip diferensi fungsional: pembagian peran proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan.
- Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta koordinasi antar lembaga.
- Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, saksi, termasuk hak atas bantuan hukum dan perlindungan dari intimidasi.
- Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
- Pengaturan mekanisme restorative justice sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan.
- Perlindungan khusus kelompok rentan: penyandang disabilitas, perempuan, anak, lanjut usia.
- Penguatan perlindungan penyandang disabilitas di setiap tahap pemeriksaan.
- Perbaikan pengaturan upaya paksa untuk menjamin prinsip HAM dan due process of law.
- Pengenalan mekanisme hukum baru: pengakuan bersalah terdakwa kooperatif dan penundaan penuntutan bagi korporasi.
- Pengaturan prinsip pertanggungjawaban tindak pidana korporasi.
- Pengaturan kompetensi, restitusi, rehabilitasi bagi korban dan pihak yang dirugikan.
- Modernisasi hukum acara pidana agar proses peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
Revisi ini diharapkan mampu menghadirkan sistem peradilan pidana yang lebih adil, profesional, dan responsif terhadap dinamika masyarakat, sekaligus memperkuat hak korban dan terdakwa.
Dikutip dari cnnindonesia.com







